Search This Blog

Friday, February 10, 2017

ANALISIS DAN PENELITIAN STRUKTUR DAN MAKNA MANTRA KUDA LUMPING



ANALISIS DAN PENELITIAN STRUKTUR DAN MAKNA MANTRA KUDA LUMPING



DISUSUN OLEH :



IVAN HERMAWAN : 311510022

KELAS/SMT            : B PAGI/3

FAKULTAS : BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI  : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


















FAKULTAS BAHASA DAN SENI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2016


Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prosesi Kesenian Kuda Lumping, bagaimana rima yang terdapat dalam mantra Kuda Lumping, dan bagaimana makna kesenian Kuda Lumping. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan bentuk penelitiannya kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengamatan langsung. Sumber data dalam penelitian ini adalah Kesenian Kuda Lumping. Data dalam penelitian  ini adalah data yang berupa kutipan kata-kata, dan prosesi Kesenian Kuda Lumping. Hasil analisis data 1)  Prosesi kesenian Kuda Lumping terdiri dari tahap pesiapan, pelaksanaan dan penutupan. 2) Rima yang terdapat dalam mantra Kesenian Kuda Lumping meliputi rima menurut bunyinya yaitu rima mutlak, terbuka, alestrasi, asonansi dan sejajar. Sedangkan menurut letaknya, meliputi  rima datar, dan rima menurut hubunganya meliputi rima merdeka. 3) Makna yang terdapat dalam mantra Kesenian Kuda Lumping adalah makna sosial dan makna religius. Kata kunci: Struktur, Mantra, Kuda lumping.

Abstract
This watchfulness aims to describe horse artistry procession lumping, how rima found in horse supertitous formula lumping,  and how does horse artistry meaning lumping. Method that used descriptive method and qualitative the watchfulness form. Approach that used approach structural. Data collecting technique in this watchfulness direct observation technique. Data source in this watchfulness horse artistry lumping. Data in this watchfulness data shaped words quotation,  and horse artistry procession lumping. data analysis result 1) Horse artistry procession lumping consist of stage ready, execution and closing. 2) Rima found in horse artistry supertitous formula lumping cover rima follow the sound that is rima absolute, opened, alestrasi, assonance and in a line. while follow the location, cover rima flat, and rima follow connection cover rima independent. 3) Meaning found in horse artistry supertitous formula lumping social meaning and religious meaning Keyword: Structure, Supertitous Formula, Kuda Lumping.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mantra adalah sesuatu yang lahir dari masyarakat sebagai perwujudan dari keyakinan atau kepercayaan. Dalam masyarakat tradisional, mantra bersatu dan menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pawang atau dukun yang ingin menghilangkan atau menyembuhkan penyakit misalnya, dilakukan dengan membacakan mantra. Berbagai kegiatan yang dilakukan terutama yang berhubungan dengan adat biasanya disertai dengan pembacaan mantra. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat bahwa terdapat suatu kepercayaan di tengah mereka tentang suatu berkahi yang dapat ditimbulkan dengan pembacaan suatu mantra tertentu. Mereka sangat meyakini bahwa pembacaan mantra merupakan wujud dari sebuah usaha untuk mencapai keselamatan dan kesuksesan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan bagaimana prosesi kesenian kuda lumping.
2.      Menjelaskan bagaimana rima mantra kuda lumping.
3.      Menjelaskan makna kesenian kuda lumping.
C.    Tujuan
1.      Mengetahui bagaimana prosesi kesenian kuda lumping.
2.      Mengetahui bagaimana rima mantra kuda lumping.
3.      Mengetahui makna kesenian kuda lumping.

D.    Kajian Teori
Kuda Lumping merupakan sebuah pertunjukan kesenian tradisional yang menggunakan kekuatan magis dengan media utamanya berupa kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau,  atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak); atau terbuat dari anyaman bambu (Jawa: kepangan bambu) yang diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Kuda-kudaan itu tidak lebih berupa guntingan dari sebuah gambar kuda yang diberi tali melingkar dari kepala hingga ekornya seolaholah ditunggangi para penari dengan cara mengikatkan talinya di bahu mereka. Puncak kesenian Kuda Lumping adalah ketika para penari mabuk, mereka memakan apa saja termasuk yang berbahaya dan tidak biasa dimakan manusia (misalnya beling/pecahan kaca dan rumput) dan berperilaku seperti binatang (misalnya ular dan monyet). Kuda Lumping yang lazim disebut Jaran kepang, Jaranan,dan Jatilan, merupakan kesenian rakyat yang bersifat ritual warisan nenek moyang. Kuda Lumping merupakan kesenian asli masyarakat Jawa kesenian ini tidak hanya kesenian yang bersifat menghibur, tetapi juga menjadi tradisi. Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Menurut sebuah legenda, Raja Ponorogo selalu kalah dalam peperangan. Sang raja akhirnya pergi ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusuk-khusuknya memohon kepada dewa Jawata sang raja  dikejutkan oleh sebuah suara. Suara itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang, ia harus menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para prajurit penunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe. Mantra merupakan puisi tertua yang asal mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Mantra hanya dapat diucapkan oleh orang yang dianggap memiliki ilmu magis yang mereka sebut dukun. Mantra sebagai kesusastraan daerah yang berisi pujianpujian terhadap sesuatu yang gaib ataupun sesuatu yang dianggap harus dikeramatkan seperti dewa-dewa, roh-roh dan binatang-binatang. Masyarakat Jawa  menganggap mantra sebagai kebudayaan yang diwarisi oleh leluhur mereka. Mantra sering digunakan dalam kegiatan ritual-ritual yang dianggap sakral. Penggunaan mantra bersifat dinamis karena mengikuti perkembangan zaman. Pada zaman sekarang banyak faktor yang menyebabkan penggunaan mantra tidak sesakral seperti dulu misalnya pengaruh perkembangan agama yang sudah menyebar di lingkungan masyarakat serta budaya luar yang sudah mempengaruhi modernisasi lingkungan masyarakat Jawa.
E.     Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Ratna (2009:53) metode deskriptif  analisis adalah metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode deskriptif analisis digunakan penulis karena dalam penelitian ini  dideskripsikan kesenian Kuda Lumping dan menganalisis mantra Kuda Lumping. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang memerlukan data berupa kata-kata tertulis, data lisan, dan perilaku yang diamati. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berupa bentuk data yang terurai, berupa kata-kata dan kalimat. Data tersebut menghasilkan makna yang memberikan gambaran secara lebih terperinci. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulis ini adalah pendekatan struktural. Menurut Semi karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonom penuh yang terus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal di luar dirinya.


BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Prosesi Kesenian Kuda Lumping
Kuda lumping merupakan sebuah pertunjukan kesenian tradisional yang menggunakan kekuatan magis dengan media utamanya berupa kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau,  atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak); atau terbuat dari anyaman bambu (Jawa: kepangan bambu) yang diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Kesenian Kuda Lumping merupakan kesenian yang  berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Kesenian Kuda Lumping kecamatan Rasau Jaya terdiri diri tiga tahapan yaitu tahapan pembukaan atau persiapan, dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah kegiatan yang dilakukan sang dukun sebelum acara dilakasanakan. Tahap pelaksanaan berupa tariantarian saat kesenian Kuda Lumping tampil dihadapan penonton.
B.     Rima Mantra Kuda Lumping
Rima yang dianalisis meliputi.
1. Rima berdasarkan bunyi atau suara
2. Rima menurut letak atau tempatnya
3. Rima menurut pertalian atau hubungannya.
Adapun mantra yang penulis analisis adalah sebagai berikut :
1.      Mantra memasukkan jin
Mangkurat aku arep due perlu
Supayane kuwe melebu
Neng bocah bocah iki
Engko kuwe nek arep muleh mulio
Teko endi asalmu nek gunung kawi
Yo mulio neng gunung kawi.
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima yaitu; mutlak, terbuka, aliterasi, asonansi dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
2.      Mantra mengeluarkan jin
Bismillah hirohman nirohim
Mangkurat dang balio ojo sampek
Manjeng karo ragane seng digoni
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima terbuka,tertutup, aliterasi, asonansi, dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
3.      Mantra penangkal hujan
Nyai bumi kaki bumi
Aku arep nyingkirke udan ojo sampek
Nibo settees bun
Bismillah hirohman nirohim
Nyai bumi kaki bumi aku pasang
Banyu go nyabettake
Janur kuning supoyo semeblak koyo
Geni  adoo koyo lintang padange koyo rembulan aku arep pasang
Lombok abang iki  kanggo gawe nunggoni
Nenek molek kaki molek.
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima sempurna, tak sempurna, mutlak, terbuka, aliterasi, asonansi, positif, dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
4.      Mantra di dapur
Kaki luweng nini luweng
Aku arep masang  jenang abang puteh ojo sampek
Adang beras ojo sampek pemboros karo seng due perlu
Go gawe supoyo jenang abang puteh
Ojo sampek lebeh teko sakmono
Ojo sampek kurang teko sakmono
Sebabpe aku due perlu iki
Barange cupet ora keno lebih ora keno kurang
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima tak sempurna, mutlak, terbuka, tertutup, aliterasi, asonansi, positif dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
C.    Makna Kesenian Kuda Lumping
Makna yang terkandung dalam kesenian Kuda Lumping desa Rasau Jaya yaitu makna dari peran para tokoh, sosial dan religious.
1.      Makna Peran Para Tokoh
Barongan dengan raut muka yang menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh.
Celengan atau babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa makanan itu milik atau hak siapa, yang penting dia kenyang dan merasa puas, seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti Celeng atau Babi hutan.
Sifat dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari Kuda Lumping merupakan pangilon atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para seniman Kuda Lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa di dunia ini ada sisi buruk dan sisi baik, bergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motivasi dalam hidup, bila sebaliknya berarti ia memilih semangat dua tokoh berikutnya yaitu Barongan dan Celengan atau babi hutan.
2.      Makna Sosial Kesenian Kuda Lumping
Makna sosial dalam mantra kesenian Kuda Lumping desa Rasau Jaya mempunyai makna saling membantu antara sesama dari hal ini muncul sebuah hubungan antara penutur atau pawang dan pemain atau antara pawang dan orang yang mempunyai acara atau hajat. Sehingga sikap saling tolang menolong hadir dan memperkuat hubungan yang tadinya biasa saja menjadi hubungan yang lebih dekat. Makna sosial juga terjadi karena kesenian Kuda Lumping merupakan kesenian yang menghibur. Antara pemain dan penonton terjadi interaksi yaitu pemin sebagai orang yang menghibur dan penonton orang yang dihibur.
3.      Makna Religius
Makna religius adalah unsur kepercayaan akan tuhan, dewa-dewa, malaikat dan makhluk halus. Makna religius dalam mantra kesenian Kuda Lumping berupa permohonan kepada Tuhan dan makhluk halus. Hal ini membuktikan bahwa mantra kesenian Kuda Lumping merupakan suatu perwujudan kepercayaan masyarakat yang meyakini adanya tuhan atau makhluk halus. Makna religius dalam mantra akan di jabarkan sebagai berikut.
a)      Mantra memasukan jin
Mangkurat aku arep due perlu
supanene kuwe melebu
neng bocah bocah iki
Terjemahan
Mangkurat aku akan punya keperluan
Agar kamu masuk
Kedalam anak-anak ini
b)      Mantra mengeluarkan jin
Bismllah hirohman nirohim
Mangkurat dang balio ojo sampek
Manjeng karo ragane seng digoni
Terjemahan
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Mangkurat pulanglah jangan sampai
Menempati raga yang dirasuki
c)      Mantra penangkal hujan
Nyai bumi kaki bumi
Aku arep nyingkirke udan ojo sampek
Nibo settees bun
Bismillah hirohman nirohim
Tejemahan
Nyai bumi kaki bumi
Aku akan menyingkirka hujan jangan sampai Jatuh setetespun
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
d)     Mantra di dapur
Kaki luweng nini luweng
Terjemahan
Nenek dapur kakek dapur


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian Kesenian Kuda Lumping kecamatan Rasau Jaya terdiri diri tiga tahapan yaitu tahapan pembukaan atau persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Rima yang terdapat dalam mantra Kesenian Kuda Lumping meliputi rima menurut bunyinya yaitu rima mutlak, terbuka, alestrasi, asonansi dan sejajar, sedangkan menurut letaknya, meliputi  rima datar. Dan rima menuru hubunganya meliputi rima merdeka. Makna yang terdapat dalam mantra Kesenian Kuda Lumping adalah makna sosial dan makna religious.
B.     Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran,  penelitian ini disarankan untuk digunakan oleh guru Bahasa Indonesia. Bagi peneliti selanjutnya untuk untuk dapat lebih ditingkatkan lagi terutama pada pemaknaan dalam penelitian kuda lumping ini.


DAFTAR PUSTAKA
Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media   Presondo.
Moleong, Lexy J. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi.Yokyakarta: UGM.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
Syam, Cristanto. 2010. Pengantar Kearah Studi Sastra Daerah. Pontianak: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Zaimar, Okke K.S. Semiotik dan Penerapanya dalam karya Sastra . Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan.

No comments:

Post a Comment