ANALISIS DAN PENELITIAN STRUKTUR DAN MAKNA MANTRA KUDA LUMPING
DISUSUN OLEH :
IVAN HERMAWAN : 311510022
KELAS/SMT : B PAGI/3
FAKULTAS : BAHASA DAN SENI
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN
BAHASA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
INSTITUT
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2016
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prosesi
Kesenian Kuda Lumping, bagaimana rima yang terdapat dalam mantra Kuda Lumping,
dan bagaimana makna kesenian Kuda Lumping. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif dan bentuk penelitiannya kualitatif. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan struktural. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah teknik pengamatan langsung. Sumber data dalam penelitian ini adalah
Kesenian Kuda Lumping. Data dalam penelitian
ini adalah data yang berupa kutipan kata-kata, dan prosesi Kesenian Kuda
Lumping. Hasil analisis data 1) Prosesi
kesenian Kuda Lumping terdiri dari tahap pesiapan, pelaksanaan dan penutupan.
2) Rima yang terdapat dalam mantra Kesenian Kuda Lumping meliputi rima menurut
bunyinya yaitu rima mutlak, terbuka, alestrasi, asonansi dan sejajar. Sedangkan
menurut letaknya, meliputi rima datar,
dan rima menurut hubunganya meliputi rima merdeka. 3) Makna yang terdapat dalam
mantra Kesenian Kuda Lumping adalah makna sosial dan makna religius. Kata
kunci: Struktur, Mantra, Kuda lumping.
Abstract
This
watchfulness aims to describe horse artistry procession lumping, how rima found
in horse supertitous formula lumping,
and how does horse artistry meaning lumping. Method that used
descriptive method and qualitative the watchfulness form. Approach that used
approach structural. Data collecting technique in this watchfulness direct
observation technique. Data source in this watchfulness horse artistry lumping.
Data in this watchfulness data shaped words quotation, and horse artistry procession lumping. data
analysis result 1) Horse artistry procession lumping consist of stage ready,
execution and closing. 2) Rima found in horse artistry supertitous formula
lumping cover rima follow the sound that is rima absolute, opened, alestrasi,
assonance and in a line. while follow the location, cover rima flat, and rima
follow connection cover rima independent. 3) Meaning found in horse artistry
supertitous formula lumping social meaning and religious meaning Keyword:
Structure, Supertitous Formula, Kuda Lumping.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mantra adalah sesuatu yang lahir dari masyarakat sebagai perwujudan dari keyakinan
atau kepercayaan. Dalam masyarakat tradisional, mantra bersatu dan menyatu
dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pawang atau dukun yang ingin menghilangkan
atau menyembuhkan penyakit misalnya, dilakukan dengan membacakan mantra.
Berbagai kegiatan yang dilakukan terutama yang berhubungan dengan adat biasanya
disertai dengan pembacaan mantra. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat
bahwa terdapat suatu kepercayaan di tengah mereka tentang suatu berkahi yang
dapat ditimbulkan dengan pembacaan suatu mantra tertentu. Mereka sangat
meyakini bahwa pembacaan mantra merupakan wujud dari sebuah usaha untuk
mencapai keselamatan dan kesuksesan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan
bagaimana prosesi kesenian kuda lumping.
2.
Menjelaskan
bagaimana rima mantra kuda lumping.
3.
Menjelaskan
makna kesenian kuda lumping.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
bagaimana prosesi kesenian kuda lumping.
2.
Mengetahui
bagaimana rima mantra kuda lumping.
3.
Mengetahui makna
kesenian kuda lumping.
D.
Kajian Teori
Kuda Lumping merupakan
sebuah pertunjukan kesenian tradisional yang menggunakan kekuatan magis dengan
media utamanya berupa kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau, atau kulit sapi yang telah dikeringkan
(disamak); atau terbuat dari anyaman bambu (Jawa: kepangan bambu) yang diberi
motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Kuda-kudaan itu tidak lebih berupa
guntingan dari sebuah gambar kuda yang diberi tali melingkar dari kepala hingga
ekornya seolaholah ditunggangi para penari dengan cara mengikatkan talinya di
bahu mereka. Puncak kesenian Kuda Lumping adalah ketika para penari mabuk,
mereka memakan apa saja termasuk yang berbahaya dan tidak biasa dimakan manusia
(misalnya beling/pecahan kaca dan rumput) dan berperilaku seperti binatang
(misalnya ular dan monyet). Kuda Lumping yang lazim disebut Jaran kepang,
Jaranan,dan Jatilan, merupakan kesenian rakyat yang bersifat ritual warisan
nenek moyang. Kuda Lumping merupakan kesenian asli masyarakat Jawa kesenian ini
tidak hanya kesenian yang bersifat menghibur, tetapi juga menjadi tradisi.
Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Menurut sebuah
legenda, Raja Ponorogo selalu kalah dalam peperangan. Sang raja akhirnya pergi
ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusuk-khusuknya memohon kepada dewa Jawata
sang raja dikejutkan oleh sebuah suara. Suara
itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang,
ia harus menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para
prajurit penunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe.
Mantra merupakan puisi tertua yang asal mulanya bukan sebagai karya sastra,
melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Mantra hanya
dapat diucapkan oleh orang yang dianggap memiliki ilmu magis yang mereka sebut
dukun. Mantra sebagai kesusastraan daerah yang berisi pujianpujian terhadap
sesuatu yang gaib ataupun sesuatu yang dianggap harus dikeramatkan seperti
dewa-dewa, roh-roh dan binatang-binatang. Masyarakat Jawa menganggap mantra sebagai kebudayaan yang
diwarisi oleh leluhur mereka. Mantra sering digunakan dalam kegiatan
ritual-ritual yang dianggap sakral. Penggunaan mantra bersifat dinamis karena
mengikuti perkembangan zaman. Pada zaman sekarang banyak faktor yang
menyebabkan penggunaan mantra tidak sesakral seperti dulu misalnya pengaruh
perkembangan agama yang sudah menyebar di lingkungan masyarakat serta budaya
luar yang sudah mempengaruhi modernisasi lingkungan masyarakat Jawa.
E.
Metode
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Ratna (2009:53)
metode deskriptif analisis adalah metode
yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul
dengan analisis. Metode deskriptif analisis digunakan penulis karena dalam
penelitian ini dideskripsikan kesenian Kuda
Lumping dan menganalisis mantra Kuda Lumping. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yang memerlukan data berupa kata-kata tertulis, data
lisan, dan perilaku yang diamati. Metode kualitatif adalah metode penelitian
yang berupa bentuk data yang terurai, berupa kata-kata dan kalimat. Data
tersebut menghasilkan makna yang memberikan gambaran secara lebih terperinci.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulis ini adalah pendekatan
struktural. Menurut Semi karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonom
penuh yang terus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari
hal-hal di luar dirinya.
BAB II
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Prosesi Kesenian Kuda Lumping
Kuda lumping merupakan sebuah pertunjukan kesenian
tradisional yang menggunakan kekuatan magis dengan media utamanya berupa
kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau,
atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak); atau terbuat dari
anyaman bambu (Jawa: kepangan bambu) yang diberi motif atau hiasan dan direka
seperti kuda. Kesenian Kuda Lumping merupakan kesenian yang berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur.
Kesenian Kuda Lumping kecamatan Rasau Jaya terdiri diri tiga tahapan yaitu
tahapan pembukaan atau persiapan, dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah
kegiatan yang dilakukan sang dukun sebelum acara dilakasanakan. Tahap
pelaksanaan berupa tariantarian saat kesenian Kuda Lumping tampil dihadapan
penonton.
B.
Rima Mantra Kuda Lumping
Rima yang dianalisis meliputi.
1. Rima berdasarkan bunyi atau suara
2. Rima menurut letak atau tempatnya
3. Rima menurut pertalian atau hubungannya.
Adapun mantra yang penulis analisis adalah sebagai
berikut :
1.
Mantra
memasukkan jin
Mangkurat aku arep due perlu
Supayane kuwe melebu
Neng bocah bocah iki
Engko kuwe nek arep muleh mulio
Teko endi asalmu nek gunung kawi
Yo mulio neng gunung kawi.
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima yaitu; mutlak,
terbuka, aliterasi, asonansi dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
2.
Mantra
mengeluarkan jin
Bismillah hirohman nirohim
Mangkurat dang balio ojo sampek
Manjeng karo ragane seng digoni
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima
terbuka,tertutup, aliterasi, asonansi, dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
3.
Mantra penangkal
hujan
Nyai bumi kaki bumi
Aku arep nyingkirke udan ojo sampek
Nibo settees bun
Bismillah hirohman nirohim
Nyai bumi kaki bumi aku pasang
Banyu go nyabettake
Janur kuning supoyo semeblak koyo
Geni adoo
koyo lintang padange koyo rembulan aku arep pasang
Lombok abang iki
kanggo gawe nunggoni
Nenek molek kaki molek.
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima sempurna, tak
sempurna, mutlak, terbuka, aliterasi, asonansi, positif, dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
4.
Mantra di dapur
Kaki luweng nini luweng
Aku arep masang
jenang abang puteh ojo sampek
Adang beras ojo sampek pemboros karo seng due perlu
Go gawe supoyo jenang abang puteh
Ojo sampek lebeh teko sakmono
Ojo sampek kurang teko sakmono
Sebabpe aku due perlu iki
Barange cupet ora keno lebih ora keno kurang
Rima berdasarkan bunyi. Berjenis rima tak sempurna,
mutlak, terbuka, tertutup, aliterasi, asonansi, positif dan sejajar.
Rima menurut letak. Berjenis rima datar.
Rima menurut pertalian. Berjenis rima merdeka.
C.
Makna Kesenian Kuda Lumping
Makna yang terkandung dalam kesenian
Kuda Lumping desa Rasau Jaya yaitu makna dari peran para tokoh, sosial dan
religious.
1.
Makna Peran Para
Tokoh
Barongan dengan raut
muka yang menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar,
gigi besar bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan
bahwa dia adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang,
adigung, adiguno yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan
angkuh.
Celengan atau babi
hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan memakan dengan
rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa makanan itu milik atau
hak siapa, yang penting dia kenyang dan merasa puas, seniman kuda lumping
mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti Celeng atau Babi
hutan.
Sifat dari para tokoh
yang diperankan dalam seni tari Kuda Lumping merupakan pangilon atau gambaran
dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para seniman Kuda
Lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa di dunia ini ada sisi buruk dan
sisi baik, bergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia
bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motivasi dalam
hidup, bila sebaliknya berarti ia memilih semangat dua tokoh berikutnya yaitu
Barongan dan Celengan atau babi hutan.
2.
Makna Sosial
Kesenian Kuda Lumping
Makna sosial dalam
mantra kesenian Kuda Lumping desa Rasau Jaya mempunyai makna saling membantu
antara sesama dari hal ini muncul sebuah hubungan antara penutur atau pawang
dan pemain atau antara pawang dan orang yang mempunyai acara atau hajat.
Sehingga sikap saling tolang menolong hadir dan memperkuat hubungan yang
tadinya biasa saja menjadi hubungan yang lebih dekat. Makna sosial juga terjadi
karena kesenian Kuda Lumping merupakan kesenian yang menghibur. Antara pemain
dan penonton terjadi interaksi yaitu pemin sebagai orang yang menghibur dan
penonton orang yang dihibur.
3.
Makna Religius
Makna religius adalah
unsur kepercayaan akan tuhan, dewa-dewa, malaikat dan makhluk halus. Makna
religius dalam mantra kesenian Kuda Lumping berupa permohonan kepada Tuhan dan
makhluk halus. Hal ini membuktikan bahwa mantra kesenian Kuda Lumping merupakan
suatu perwujudan kepercayaan masyarakat yang meyakini adanya tuhan atau makhluk
halus. Makna religius dalam mantra akan di jabarkan sebagai berikut.
a)
Mantra memasukan
jin
Mangkurat
aku arep due perlu
supanene
kuwe melebu
neng
bocah bocah iki
Terjemahan
Mangkurat
aku akan punya keperluan
Agar
kamu masuk
Kedalam
anak-anak ini
b)
Mantra
mengeluarkan jin
Bismllah
hirohman nirohim
Mangkurat
dang balio ojo sampek
Manjeng
karo ragane seng digoni
Terjemahan
Dengan
menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Mangkurat
pulanglah jangan sampai
Menempati
raga yang dirasuki
c)
Mantra penangkal
hujan
Nyai
bumi kaki bumi
Aku
arep nyingkirke udan ojo sampek
Nibo
settees bun
Bismillah
hirohman nirohim
Tejemahan
Nyai
bumi kaki bumi
Aku
akan menyingkirka hujan jangan sampai Jatuh setetespun
Dengan
menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
d)
Mantra di dapur
Kaki
luweng nini luweng
Terjemahan
Nenek dapur
kakek dapur
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil
penelitian Kesenian Kuda Lumping kecamatan Rasau Jaya terdiri diri tiga tahapan
yaitu tahapan pembukaan atau persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Rima yang
terdapat dalam mantra Kesenian Kuda Lumping meliputi rima menurut bunyinya
yaitu rima mutlak, terbuka, alestrasi, asonansi dan sejajar, sedangkan menurut
letaknya, meliputi rima datar. Dan rima
menuru hubunganya meliputi rima merdeka. Makna yang terdapat dalam mantra
Kesenian Kuda Lumping adalah makna sosial dan makna religious.
B.
Saran
Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran, penelitian ini disarankan untuk digunakan
oleh guru Bahasa Indonesia. Bagi peneliti selanjutnya untuk untuk dapat lebih
ditingkatkan lagi terutama pada pemaknaan dalam penelitian kuda lumping ini.
DAFTAR PUSTAKA
Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Media Presondo.
Moleong, Lexy J. 1991. Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi.Yokyakarta:
UGM.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Penelitian sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suroto. 1989.
Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
Syam, Cristanto.
2010. Pengantar Kearah Studi Sastra Daerah. Pontianak: Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra.
Zaimar, Okke
K.S. Semiotik dan Penerapanya dalam karya Sastra . Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan.
No comments:
Post a Comment