MACAM –
MACAM MODEL PEMBELAJARAN
1. Model
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu
gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah
teka teki yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw
ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa
melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain
untuk mencapai tujuan bersama.
Model
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja
kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie (
1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model
belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama
salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam
model
pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab
atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan
dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
Bandingkan
dengan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Menurut
Rusman (2008 : 205) Model Pembelajaran jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif
para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang
berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut
sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi.
Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan pada
anggota kelompoknya.
Kegiatan
yang dilakukan pada model pembelajaran kooperatif Jigsaw sebagai berikut:
a) Melakukan
mambaca untuk menggali informasi. Siswa memeperoleh topik – topik permasalahan untuk di
baca sehingga mendapatkan imformasi dari permasalahan tersebut.
b) Diskusi
kelompok ahli. Siswa
yang telah mendapatka topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu
kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicaran topik
permasalahan tersebut.
c) Laporan
kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok
asal dan menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.
d) Kuis
dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.
e) Perhitungan
sekor kelompok dan menetukan penghargaan kelompok.
Sedangkan
menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip Rusman (2008),
mengemukakan langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw sebagai berikut:
a) Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai
dengan 5 orang sisiwa.
b) Tiap orang dalam team diberi bagian
materi berbeda
c) Tiap orang dalam team diberi bagian
materi yang ditugaskan
d) Anggota dari team yang berbeda yang
telah mempelajari bagian sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru
(kelompok ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka.
e) Setelah selesai diskusi sebagai tem
ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar
teman satu tem mereka tentang sub bab yang mereka kusai dan tiap anggota
lainnya mendengarkan dengan seksama.
f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil
diskusi.
g) Guru memberi evaluasi.
h) Penutup
2.
Model
Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa
dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian
besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi
pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28)
dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
a)
Hasil
belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b)
Pengakuan
adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
c)
Pengembangan
keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan
yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.
Kelebihan
dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah sebagai
berikut :
Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000:
29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1.
Persiapan
Dalam
tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2.
Pembentukan kelompok
Dalam
pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang
siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok
yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3.
Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam
pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh
guru.
Langkah 4.
Diskusi masalah
Dalam
kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang
bersifat umum.
Langkah 5.
Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam
tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6.
Memberi kesimpulan
Guru
bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
Ada
beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa
yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000:
18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
a) Memperbaiki kehadiran
b) Penerimaan terhadap individu menjadi
lebih besar
c) Perilaku mengganggu menjadi lebih
kecil
d) Konflik antara pribadi berkurang
e) Pemahaman yang lebih mendalam
f) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan
dan toleransi
g) Hasil belajar lebih tinggi
KESIMPULAN
Model
pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada siswa untuk
lebih siap dalam menguasai materi serta belajar menerima keanekaragaman dengan
kelompok lain, karna dalam model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk
memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.
3. Model pembelajaran Role Playing
a)
Pengertian Model pembelajaran Role Playing : Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak
yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill
Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di
luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu,
role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana
pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan
peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Model Pebelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru.
Model Pebelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru.
b)
Langkah-Langkah Model Role Playing
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1)
Guru
menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
2)
Menunjuk
beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum
pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.
3)
Guru
membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
4)
Memberikan
penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5)
Memanggil
para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan.
6)
Masing-masing
siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
7)
Setelah
selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8)
Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9)
Guru
memberikan kesimpulan secara umum.
10)
Evaluasi.
11)
Penutup.
c) Keunggulan
Metode Role Playing
Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode role playing, di antaranya adalah:
Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode role playing, di antaranya adalah:
1)
Dapat
berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan
pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
2)
Sangat
menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh
antusias.
3)
Membangkitkan
gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan.
4)
Siswa
dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan di bahas dalam proses
belajar.
d) Kelemahan
Metode Role Playing
Disamping memiliki keunggulan, metode role playing juga mempunyai kelemahan, di antaranya adalah :
Disamping memiliki keunggulan, metode role playing juga mempunyai kelemahan, di antaranya adalah :
1)
Bermain
peran memakan waktu yang banyak.
2) Siswa sering mengalami kesulitan
untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka tidak diarahkan atau
tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang akan
diperankannya.
3)
Bermain
peran tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
4) Jika siswa tidak dipersiapkan dengan
baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh.
5)
Tidak
semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
4.
Model Pembelajaran CTL
a) PENGERTIAN
Menurut
Nur Hadi CTL adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Menurut
Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para
siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.
Jadi
pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat kita simpulkan bahwa
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang
diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan
sehari-hari.
b)
TUJUAN
1) Model pembelajaran CTL ini bertujuan
untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang
secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
2) Model pembelajaran ini bertujuan
agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya
pemahaman
3) Model pembelajaran ini menekankan
pada pengembangan minat pengalaman siswa.
4) Model pembelajaran CTL ini bertujuan
untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses
pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain
5) Model pembelajaran CTL ini bertujun
agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
6) Model pembelajaran nodel CTL ini
bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi
akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
7) Tujuan pembelajaran model CTL ini
bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan dan mentrasfer
informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya
sendiri.
c) STRATEGI-STRATEGI
PEMBELAJARAN CTL
Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara
konstektual antara lain:
1) Pembelajaran
berbasis masalah.
Dengan
memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis
untuk memecahkan .
2) Menggunakan
konteks yang beragam.
Dalam CTL
guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa
menjadi berkualitas.
3) Mempertimbangkan
kebhinekaan siswa.
Guru
mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social
seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar
saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
4) Memberdayakan
siswa untuk belajar sendiri.
Pendidikan
formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar
untuk belajar mandiri dikemudian hari.
5) Belajar
melalui kolaborasi
Dalam
setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya
dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya
6) Menggunakan
penelitian autentik
Penilaian
autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan
konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimilikinya
7) Mengejar
standar tinggi
Setiap
seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus
ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan
melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development
(CORD) Penerapan strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut:
1. Relatinng
Belajar
dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata ,konteks merupakan kerangka
kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang
dipelajarinya bermakna
2. Experiencing
Belajar
adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang
dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang
dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang
dipelajarinya.
3. Applying
Belajar
menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam
konteks dan pemanfaatanya
4. Cooperative
Belajar
merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan
kelompok,komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif
5. Trasfering
Belajar
menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi
atau konteks baru.
d) LANDASAN
FILOSOFI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Para
pendidik yang menyetujuai pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu
tidak hidup,tidak diam ,dan alam semesta itu ditopang oleh tiga prinsip
kesaling ketergantungan, diferensiasi dan organisasi diri, harus menerapkan
pandangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut
JONHSON (2004) tiga pilar dalam system CTL antara lain :
1) CTL
mencerminkan prinsip kesaling ketergantungan
Kesaling
ketergantungan mewujudkan diri.Misalnya ketika para siswa bergabung untuk
memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekanya
.Hal ini tampak jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan dan ketika
kenitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
2) CTL
mencerminkan prinsip berdeferensiasi
Ketika CTL
menentang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing ,untuk
menghormati perbedaan,untuk menjadi kreatif,untuk bekerja sama ,untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda ,dan untuk menyadari bahwa
keragaman adalah tabda kemantapan dan kekuatan.
3) CTL
mencerminkan prinsip pengorganisasian diri
Pengorganisasian
diri terlihat para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka
sendiri yang berbeda ,mendapat manfaat dari umpan balik yang diberiakan oleh
penilaian autentik,mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas
dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang
berpusat pada sisiwa yang membuat hati mereka bernyanyi
Landasan
filosofi CTL adalah kontruktivisme,yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal .siswaharus mengkontruksi
pengetahuan dibenak mereka sendiri.Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi
fakta atau proposisi yang terpisah ,tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat
diterapkan.Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatiisme yang digagas John
Dewey pada awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada
pengembangan minat dan pengalaman siswa.
Anak akan
belajar belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah.Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya
mengetahuinya.
e) KOMPONEN-KOMPONEN
PEMBELAJARAN CTL
komponen-komponen model pembelajaran CTL ini antara lain :
1)
Kontruktivisme
Kontruktivisme
adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman.
Pembelajaran
ini harus dikemas menjadi proses”mengkontruksi”bukan menerima pengetahuan.
2)
Inquiry
Inquiry
adalah proses pembelajaran yang didasrkan pada proses pencarian penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis.
Merupakan
proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar
mengunakan ketrampilan berfikir kritis.
Langkah-langkah
dalam proses inquiry antara lain :
a. Merumuskan masalah
b. Mengajukan hipotesis
c. Mengumpilkan data
d. Menuji hipotesis
e. Membuat kesimpulan
3)
Bertanya
Bertanya
dalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan .
4)
Masyarakat belajar
Menurut
Vygotsky dalam masyarakat belajar ini pengetahuan dan pengalaman anak
banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain.
5)
Pemodelan
Pemodelan
adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sebagai sustu contoh yang dapat
ditiru oleh siswa.
6)
Refleksi
Refleksi
adalah proses pengengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengerutkan dan
mengevalusi kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk
mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bersifat positif maupun bernilai
negative.
7)
Penilaian nyata
Penilaian
nyata adalah proses yang dilukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa.
f) LANGKAH-LANGKAH
PEMBELAJARAN CTL
Langkah-langkah
pembelajaran CTL antara lain :
1)
Mengembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
ketrampilan barunya.
2)
Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topic
3)
Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4)
Menciptakan
masyarakat belajar
5)
Menghadirkan
model sebagia contoh belajar
6)
Melakukan
refleksi diakhir pertemuan.
7)
Melakukan
penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Ciri kelas yang menggunakan pendekatan konstektual
1)
Pengalaman
nyata
2)
Kerja
sama, saling menunjang
3)
Gembira,
belajar dengan bergairah
4)
Pembelajaran
terintegrasi
5)
Menggunakan
berbagai sumber
6)
Siswa
aktif dan kritis
7)
Menyenangkan
,tidak membosankan
8)
Sharing
dengan teman
9)
Guru
kreatif
g) KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN
1)
Kelebihan dari model pembelajaran CTL
a.
Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi
yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b.Siswa
dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu
dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
c.
Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d.
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
e.
Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f.
Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g.Terbentuk
sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
2)
Kelemahan dari model pembelajarab CTL
a.
Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada
kebutuhan siswa padahal, dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya
berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran
karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama
b.Tidak
efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
c.
Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara
siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang,
yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang
kemampuannya
d.
Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan
terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model
pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri
jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini
tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
e.
Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
f.
Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan
akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan
kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.
g.
Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h.
Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru
hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif
dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan
pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan.
5.
Model Pembelajaran
A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD
Menurut
Robert E. Slavin, “The main idea behind Students Team – Achievment Divisions is
to motivate students to encourage and help each other master skills presented
by the teacher ”. “Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi peserta
didik supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai
kemampuan yang diajarkan guru”.
Students
Team – Achievment Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert E. Slavin dari
Johns Hopkins University Berinduk pada kajian beberapa metode yang ia namakan
Students Team Learning (STL) tahun 1980-an. STAD tersusun dari lima komponen
utama: 1) presentasi kelas (class presentation), 2) belajar dalam grup (teams),
3) pengerjaan kuis (quizzes), 4) perhitungan peningkatan skore individu
(individual improvement scores), 5) penghargaan tim (team recognition).
Penjelasan
dari kelima komponen STAD tersebut, sebagai berikut.
1) Presentasi kelas (class presentation)
Bentuk
presentasi kelas dapat berupa pengajaran langsung (dirrect instruction), kelas
diskusi (a lecture-discussion) yang dikondisikan langsung oleh guru dan juga
presentasi audio-visual. Presentai kelas di STAD berbeda dari pengajaran
biasanya. Peserta didik harus memberikan perhatian penuh selama presentasi
kelas,
sebab
akan membantu mereka untuk menjawab kuis dengan baik nantinya, dan skor kuisnya
akan menentukan skor timnya.
2) Grup atau tim (teams)
Grup
adalah hal yang amat penting dalam STAD. Dalam banyak hal, penekanan diberikan
pada setiap anggota grup (team members) untuk melakukan sesuatu yang terbaik
buat grupnya. Sebaliknya, pentingnya peranan sebuah grup adalah melakukan hal
yang terbaik dalam membantu meningkatkan kemampuan setiap anggotanya. Grup
memberikan bantuan dari teman sebaya (peer support) untuk meningkatkan
pemahaman atau kemampuan akademik (academic performance).
3) Kuis (quizzes)
Setelah
satu atau dua periode pengajaran (teacher presentation) dan satu atau dua
periode grup melakukan praktek (atau diskusi memecahkan permasalahan), murid
mengambil kuis pribadi (individual quizzes). Peserta didik “tidak diijinkan”
untuk saling membantu selama mengerjakan kuis pribadi ini, hal ini dimaksudkan
untuk menjamin agar setiap peserta didik memiliki tanggung jawab untuk
benar-benar memahami materi pelajaran.
4) Peningkatan skore individual (individual
improvement scores)
Gagasan
yang berada dibalik ide tentang “peningkatan skor individual” adalah memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mencapai tingkat kemampuan (performance
goal) yang lebih tinggi dari yang telah dicapai sebelumnya. Beberapa peserta
didik dapat menyumbangkan point maksimum (maximum point) pada grupnya dalam
sistem penskoran STAD apabila mereka menunjukkan peningkatan yang berarti
dibanding kemampuannya yang lalu. Setiap peserta didik diberikan “skor dasar” (base
score) berdasarkan rata-rata skor kuis sebelumnya. Points yang bisa
disumbangkan untuk grupnya didasarkan pada berapa besar sekor kuisnya melampaui
atau berada di bawah “skor dasar”-nya.
5) Penghargaan grup (team recognition)
Grup
akan menerima penghargaan jika rata-rata skor mereka memenuhi atau melampaui
kriteria tertentu.
B. Persiapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Hal-hal
yang perlu disiapkan guru sebelum memulai model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, menurut Amin Suyitno sebagai berikut.
- Menyusun data nilai harian peserta didik yang digunakan sebagai pedoman untuk membentuk kelompok peserta didik yang heterogen dengan menghitung skor rata-rata suatu kelompok;
- Guru membentuk kelompok peserta didik yang heterogen terdiri 4 sampai 5 peserta didik dengan latar belakang yang berbeda tanpa membedakan kecerdasan, suku, bangsa maupun agama;
- Guru mempersiapkan LKS untuk belajar peserta didik dan bukan sekedar diisi dan dikumpulkan;
- Guru juga menyiapkan kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan peserta didik (dicek oleh peserta didik sendiri);
- Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh peserta didik dengan waktu 10-15 menit; dan
- Membuat tes/ulangan untuk melihat ketercapaian hasi belajar yang diharapkan;
C. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran di sekolah adalah sebagai
berikut.
- Guru meminta peserta didik untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang segera akan dibahas, di rumah masing-masing;
- Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dan mengatur tempat duduk peserta didik agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka;
- Guru dapat mengawali dengan presentasi materi terlebih dahulu, sebelum peserta didik berdiskusi;
- Guru membagi LKS pada tiap kelompok, masing-masing kelompok diberi 2 set;
- Guru menganjurkan setiap peserta didik dalam kelompok untuk mengerjakan LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling mengecek pekerjaannya di antara teman dalam pasangan tersebut;
- Berikan kunci LKS agar peserta didik dapat mengecek pekerjaannya sendiri;
- Bila ada pertanyaan dari peserta didik, guru meminta peserta didik untuk pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum mengajukan kepada guru;
- Guru berkeliling untuk mengawali kinerja kelompok;
- Ketua kelompok melaporkan keberhasilan dan hambatan kelompoknya kepada guru dalam mengisi LKS, sehingga guru dapat memberi bantuan kepada kelompok yang membutuhkan secara proporsional;
- Ketua kelompok harus dapat memastikan bahwa setiap anggota kelompok telah memahami dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru;
- Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan;
- Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada seluruh peserta didik;
- Berikan penghargaan kepada peserta didik yang menjawab dengan benar, dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi, kemudian berilah pengakuan/pujian kepada presentasi tim;
- Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para peserta didik tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari;
- Guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan para peserta didik kembali ke tempat duduk masing-masing; dan
- Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK (kompetensi yang ditentukan).
D. Keuntungan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Keuntungan
pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Linda Lundgren dan Nur dalam
Ibrahim adalah sebagai berikut.
- Meningkatkan kerja sama, kebaikan budi, kepekaan dan toleransi yang tinggi antar sesama anggota kelompok;
- Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;
- Meningkatkan harga diri dan dapat memperbaiki sikap ilmiah terhadap matematika;
- Memperbaiki kehadiran peserta didik;
- Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar;
- Konflik pribadi menjadi berkurang;
- Meningkatkan pemahaman pada materi pelajaran;
- Apabila mendapat penghargaan, motivasi belajar peserta didik akan menjadi lebih besar; dan
- Hasil belajar lebih tinggi.
E. Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut
Ibrahim, kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
- Apabila tidak ada kerja sama dalam satu kelompok dan belum bisa menyesuaikan diri dengan anggota kelompok yang lain maka tugas tidak bisa selesai pada waktu yang sudah ditentukan;
- Apabila salah satu anggota berperilaku menyimpang akan mempengaruhi dan mengganggu anggota kelompok lainnya;
- Bila situasi kelas gaduh waktu pelaksanaan diskusi maka akan mengganggu kelas lain;
- Ketidakhadiran salah satu anggota dalam kelompok akan mempengaruhi kinerja dalam kelompok tersebut;
- Apabila peserta didik tidak menggunakan waktu dalam diskusi dengan baik maka kelompok tersebut tidak bisa menyelesaikan tugas tepat pada waktunya;
- Peserta didik yang mencapai kinerja yang tinggi keberatan bila skor disamakan dengan peserta didik yang kinerjanya rendah karena menggunakan sistem skor perbaikan individual;
- Beban kerja guru menjadi lebih banyak;
- Jika aktivitas peserta didik dalam kelompok monoton maka motivasi belajar peserta didik akan turun;
- Apabila pemahaman materi dalam diskusi belum sempurna maka hasil belajar akan menurun.
6.
Model Pembelajaran Student
Facilitator and Explaining
Pengertian
Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
Model
Pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model pembelajaran
dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan
peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa
berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.
Model
pembelajaran ini akan relevan apabila siswa secara aktif ikut serta dalam
merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu pembelajaran
pada apresiasi drama akan lebih sesuai dikarenakan siswa secara aktif ikut
serta baik itu dalam kegiatan apresiasi maupun bisa berupa ekspresi sastra
sebagai pelakunya.
Langkah-langkah
pembelajarannya :
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai/KD.
2.
Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran.
3.
Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya
melalui bagan/peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4.
Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5.
Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6.
Penutup
Kelebihan
Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
siswa
diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide
yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
Kekurangan
Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining:
1.
Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2.
Banyak siswa yang kurang aktif
Kesimpulan
Dalam
Model pembelajaran ini akan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkap
apabila siswa secara aktif ikut serta dalam merancang materi pembelajaran yang
akan dipresentasikan maka siswa akan lebih bisa mengerti dan mampu memahaminya
untuk mengungkapkan ide, selain itu juga dapat mengajak peserta didik mandiri
dalam mengembangkan potensi mengungkapkan gagasan berpendapat.
7. Model
Pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
A. Pengertian Model Pembelajaran CIRC
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC) ini dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu
setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok
saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas
(task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama.
Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa
berinteraksi sosial dengan lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat
pilar pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat
pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk
berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be),
dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas,
2002).
B. Langkah – Langkah Pembelajaran CIRC
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
C. Kelebihan Model Pembelajaran CIRC
Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh, 2003).
Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh, 2003).
D. Kekurangan Model Pembelajaran
CIRC
Kerurangan dari model
pembelajaran CIRC tersebut antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.
E. Kesimpulan
Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model ini siswa dapat memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan dengan materi yang dijelaskan.
Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model ini siswa dapat memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan dengan materi yang dijelaskan.
8. Model Pembelajaran Consept Sentence
Metodologi
mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang
tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik
untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses
belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.
Agar
tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik,
maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan
pada saat mengajar.
A) Pengertian
Consepct
sentence merupakan salah satu teknik dari cooperative Learning,dimana siswa
belajar dengan kelompoknya untuk membuat beberapa kalimat sesuai dengan kata
kunci yang telah diberikan oleh guru kepada siswa.Pembentukan kelompok
didasarkan pada kartu kata yang dimiliki oleh setiap siswa.Setiap siswa
membentuk satu kalimat yang telah dipelajari sebelumnya.Consecptsentence ini
dibuat seperti games sehingga siswa bersemangat untuk memenangkan games
ini.Setiap kelompok akan membahas pola kalimat yang telah diberikan oleh guru
,setelah diberikan batas waktu tertentu ,maka setiap kelompok harus mengirim
wakil dari masing-masing kelompok sebanyak dua orang kedepan .Wakil dari
kelompok diharuskan membuat beberapa dari kata kunci yang ada berdasarkan kata
kunci yang telah diberikan
Proses
kelompok terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka
mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa perlu
mengetahui tingkat-tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas
kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk
memperoleh informasi itu, para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan
secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai satu tim,
dalam hal :
•
Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok
•
Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain
•
Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap
individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan
•
Apa yang mereka butuhkan untik melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya
lebih berhasil.
B) Ciri-ciri
Siswa
dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci
sesuai materi yang disajikan.
C) Langkah –langkah
1.
Guru menyampaikan tujuan.
2.
Guru menyajikan materi secukupnya.
3.
Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen.
4.
Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ topik yang disajikan.
5.
Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4
kata kunci setiap kalimat.
6.
Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7.
Kesimpulan.
D) Kelebihan
1.
Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2.
Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
E) Kekurangan
1.
Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2.
Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.
9. Model Pembelajaran Complete Sentence
A) Pengertian
Model
pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran mudah dan sederhana di
mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan
kunci jawaban yang tersedia.
B) Langkah-langkah pembelajarannya
sebagai berikut :
C) Langkah-langkah
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2.
Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
modul dengan waktu secukupnya.
3.
Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
4.
Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
5.
Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
6.
Siswa berdiskusi secara berkelompok.
7.
Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta
membaca sampai mengerti atau hafal.
8.
Kesimpulan
D) Prinsip/ ciri-ciri Complete sentence
a.
Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum lengkap, sehingga makna/ arti
kalimat tersebut belum dapat dimengerti
b.
Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam sebuah paragrap, dan belum
sempurna serta belum dimengerti maknanya
c.
Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan
d.
Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah keilmuan/ kata asing.
e.
Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan
E) Kelebihan/kekurangan model pembelajaran complete sentence
a.
Kelebihan
1.
Mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan satu kata dalam kalimat
2.
Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan rumpang/tidak
jawabannya.
3.
Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi
b.
Kekurangan
1.
Guru kurang kreatif dan inovasi dalam membuat soal
2.
Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata, karena
biasanya hanya kata hubung.
3.
Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.
4.
Kesimpulan
Model
pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran yang sederhana di mana
siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan kunci
jawaban yang tersedia. Model pembelajaran ini sebenarna mempermudah guru namun
terkadang gurunya kurang inovatif dan kreatif dalam membuat soalnya. Dan
siswanya kurang terpacu untuk mencari jawabannya karena hanya tinggal menebak
kaata-kata yang rumpang yang jawabannya telah disediakan.
10. Model
Pembelajaran Pair Cecks Spencer Kagen 1993
A.
Pengertian
Pair
check (pasangan mengecek) adalah model pembelajaran berkelompok atau
berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer Kagen tahun 1993. Model ini
menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan. Banyak kelebihan maupun
kelemahan.
Satu
lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran
ini juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi
penilaian.
B.
prinsip model pembelajaran Pair Cheks
prinsipnya
adalah sebagai berikut :
1.
Siswa berkelompok berpasangan sebangku,
2.
salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan,
3.
pengecekan kebenaran jawaban,
4.
bertukar peran
4.
penyimpulan,
5.
evaluasi
6.
refleksi.
Berikut
ini langkah dari model pair check
1.
Guru menjelaskan konsep
2.
Siswa dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu ti ada 2
pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim ada yang menjadi pelatih dan ada yang
patner.
3.
Guru membagikan soal kepada si patner
4.
Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap soal
yang benar pelatih memberi kupon.
5.
Bertukar peran. Si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih
6.
Guru membagikan soal kepada si patner
7.
Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Setiap soal
yang benar pelatih memberi kupon.
8.
Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain.
9.
Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaaban dari berbagai soal dan tim
mengecek jawabannya.
10.
Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah
C.
Langkah-langkah Pembelajarannya, sebagai berikut :
1).
Bekerja Berpasangan
Guru
membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan mengerjakan
soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam menilai.
2).
Pelatih Mengecek
Apabila
patner benar pelatih memberi kupon.
3).
Bertukar Peran
Seluruh
patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
4).
Pasangan Mengecek
Seluruh
pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
5).
Penegasan Guru
Guru
mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
Demikianlah,
mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah pembelajaran kita sehingga
pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat lebih bervariatif, lebih
bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.
D.
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihannya
1.
Dipandu belajar melalui bantuan rekan
2.
Menciptakan saling kerjasama di antara siswa
3.
Increases comprehension of concepts and/or processesMeningkatkan pemahaman
konsep dan / atau proses
4.
menmemenimelatih berkomunikasi
Kekurangannya
1.
memerlukan banyak waktu
2.
memerlukan pemahaman yang tinggi terhadap konsep untuk menjadi pelatih.
No comments:
Post a Comment